Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bincang Keuangan Keluarga, Annisa Steviani: “Kuncinya Terbuka dan Berani Bilang Tidak”

Sejak dahulu aku selalu mengingatkan kepada perempuan, walaupun pasangan sudah jadi suami, kemungkinannya ada dua: Kalau enggak diambil Tuhan atau diambil perempuan lain. Untuk itulah penting bagi perempuan berdaya, punya penghasilan sendiri supaya bisa berinvestasi. Demikian kata Annisa Steviani dalam sebuah webinar keuangan yang saya ikuti. Sampai kini, kalimat itu terpatri dalam benak saya. Semakin kuat impian saya untuk nanti walaupun sudah menikah, enggak ada salahnya tetap bekerja dan mandiri. Toh, ‘dua tiang’ penghasilan jauh lebih baik daripada satu. Cuap-Cuap Keuangan Bareng Annisa Steviani Annisa Steviani adalah seorang perempuan yang berkiprah sebagai Certified Financial Planner atau bahasa mudahnya perencana keuangan. Melihat akun Instagram-nya @annisast, beragam ilmu tentang keuangan bisa ditemukan. Tak cuma itu, Annisa juga kerap membahas isu seputar parenting dan lika-liku menjadi orang tua. Beruntung, saya memiliki kesempatan untuk mewawancara Annisa walaupun secara virtual. Dari sinilah kemantapan saya untuk menjadi perempuan, istri, dan ibu mandiri pada waktunya nanti kian menggebu. Mba Annisa, keluarga Indonesia memiliki style yang heterogen. Apa permasalahan keuangan yang dominan di keluarga Indonesia? Kebanyakan karena komunikasi, sih, jadi masalah utamanya bukan uang, tetapi masalah komunikasi. Komunikasi dengan suami tidak lancar, jadi sulit kelola keuangan keluarga, jadi sulit menentukan tujuan keuangan bersama. Komunikasi dengan orang tua tidak lancar, jadi sulit bilang tidak, sulit menolak keinginan ortu yang bersifat lifestyle, dan banyak lagi. Jadi justru banyak masalah lain yang akhirnya berujung jadi masalah keuangan. Mba Annisa menikah di usia yang terbilang cukup muda untuk ukuran generasi masa kini, belum 25 tahun. Adakah tantangan, baik mental dan finansial, yang dialami? Kalau ada, seperti apa? Betul, aku menikah di umur 25 kurang satu bulan dan sampai sekarang merasa itu terlalu muda, sih. Secara mental aku merasa cukup well-adjusted sebagai orang dewasa jadi tidak ada tantangan berarti. Tapi secara finansial memang berat. Meski gaji sudah UMR karena di Jakarta tanpa ortu atau mertua, pengeluaran jadi sangat banyak. Apalagi langsung punya anak, anak harus dititip di daycare (dulu bayar bulanannya seharga cicilan KPR di Bandung), dan banyak tantangan finansial lain. Untungnya sejak hamil, aku sudah pakai jasa financial planner, jadi meski struggling aku tahu aku sudah di jalan yang benar. Sering muncul perdebatan di era modern: Menikah dulu atau mapan dulu. Ketika menikah, apakah ini terpikir di benak Mba? Apa pendapat Mba tentang hal ini? Tentu. Aku termasuk orang yang menyiapkan pernikahan dengan baik. Dulu aku pacaran, tapi pacaran dengan serius, memang menyiapkan diri untuk menikah. Aku punya sesi “wawancara calon suami” yang kedengerannya bucin banget, padahal bahasannya serius. Bahasan itu sekarang jadi satu blog post yang lumayan sering viral, tentang 30+ Pertanyaan Sebelum Menikah. Untuk pertanyaan ini, jawabanku selalu: Tidak perlu mapan dulu tapi menikahlah dengan orang yang punya rencana untuk mapan dan mau action untuk itu. Mapan dulu enggak perlu, tapi ketika kamu menikah dengan orang yang tidak mau berjuang untuk mapan sama-sama, ya, rumah tangga kalian akan jalan di tempat. Artikel terkait: Bangun Komunitas Single Moms Indonesia, Maureen Hitipeuw: “Hargai Kami Selayaknya Perempuan Lain” Sebagai seorang istri sekaligus financial planner, apakah menjadi kemudahan tersendiri bagi seorang Annisa Steviani mengatur keuangan keluarga? Seperti apa adaptasi Mba menjalani peran ganda seperti ini, istri plus ibu sekaligus perempuan karier? Sumber: Instagram @annisast Tentu. Bisa dibilang keuangan keluarga kami rapi dan tertata karena memang aku punya ilmu mengelolanya, makanya itu salah satu niat aku untuk sharing pada banyak perempuan Indonesia tentang keuangan keluarga khususnya, sehingga keuangan mereka juga bisa rapi dan tertata dengan baik. Adaptasi peran ganda sudah berlalu, ya, anakku sudah umur 7 tahun. Tiga tahun pertama masih bingung, masih kehilangan diri karena fokus kepada peran karyawan (pekerjaan tentu tidak bisa ditinggalkan karena ada tanggung jawab di sana) dan peran sebagai ibu. Beruntungnya aku punya suami yang selalu bisa diajak diskusi, orang tua dan mertua yang memang mau mendengarkan cerita dan tidak banyak menuntut. Pada akhirnya tugasku hanyalah mempererat bonding dengan anak saja, sih, karena dulu dia ditinggal di daycare. Setelah menikah, Mba juga menjadi ibu di usia yang tergolong muda dan pastinya mengubah cash flow keluarga. Seperti apa Mba mengomunikasikan hal ini dengan suami? Sejak awal aku hanya mau menikah dengan orang yang mau diajak berdiskusi. Bukan hanya mau mendengar, bukan hanya mau didengar, tapi mendengar dan didengar. Jadi tidak ada cara khusus mengomunikasikan uang. Komunikasi tentang uangnya bukan dimulai sejak menikah atau malah setelah punya anak, tapi sudah jadi topik sehari-hari dari sebelum menikah. Pembicaraan gaji, utang, investasi itu sudah dibahas sejak belum menikah, jadi ketika menikah, punya anak, sudah tidak ada lagi pertengkaran karena masalah uang.  Mbak Annisa justru mengawali karier sebagai jurnalis, ceritain, dong, kenapa akhirnya berpikir untuk mendalami ilmu keuangan ini dan jadi FinPlan? Setelah menikah dan hamil, aku jadi sadar bahwa menjadi orang tua itu sebuah perjalanan yang utuh. Bukan hanya menyiapkan fisik untuk hamil dan menyusui, tetapi juga menyiapkan mental, dan terakhir finansial. Fisik selalu berusaha jaga pola hidup sehat. Mental aku jalani dengan belajar mindfulness, rutin konsultasi kepada psikolog anak, suami juga sempat rutin ke psikiater. Finansial aku pelajari sendiri dari financial planner dulu di tahun 2013, sering share di blog, dan ternyata banyak yang terbantu. Intinya aku ingin finansial itu jadi topik bahasan sehari-hari, tidak menakutkan, dan perlu dikomunikasikan dengan bahasa yang membumi sehingga mudah dipahami oleh lebih banyak orang. Di 2019 aku memutuskan ambil sertifikasi dan ujian supaya sharing, tuh, ada ilmunya. Saat ini juga sedang menjalani sertifikasi Islamic Financial Planning hingga Oktober nanti.  Menjadi seorang ibu dan juga memberikan advice keuangan kepada khalayak, apa ilmu keuangan yang sudah Mba Annisa ajarkan kepada anak sejak dini? Orang berpikir mengajarkan anak soal uang itu tentang menabung, ya, padahal konsep uang, tuh, jauh lebih luas dari uang. * Uang itu tentang bagaimana menghasilkannya (memberi pemahaman untuk anak sejak kecil kenapa orang dewasa harus bekerja) * Bagaimana cara berbelanja (uang sebagai alat tukar, bisa dengan bermain role play berjualan) * Bagaimana uang bukan hanya milik kita sendiri sehingga harus berbagi * Serta, bagaimana uang bisa membantu kita mencapai tujuan (dengan menabung) Empat konsep itu bisa diajarkan kepada anak sejak ia bisa diajak komunikasi, ya, sekitar umur 2-3 tahunan aku ngajarin itu ke anakku. Artikel terkait: Sosok Inspiratif Ayang Cempaka, Illustrator Ternama Sekaligus Ibu dari Dua Anak Mba Annisa dan suami adalah pasangan yang sama-sama bekerja. Kayak apa, sih, pengaturan keuangan keluarga yang diterapkan dengan suami, apakah uang suami untuk kebutuhan keluarga atau saling berbagi tanggung jawab untuk rumah tangga? Tidak ada salah benar, ya, dalam pengaturan keuangan rumah tangga, tergantung kesepakatan masing-masing. Di keluarga kami, semua uang aku yang pegang, suami dijatah setiap bulan untuk kebutuhannya. Kalau ada perlu sesuatu, didiskusikan. Aku yang mengatur karena aku lebih paham dan self control-ku atas uang lebih baik. Kalau ada yang suaminya memegang kendali uang juga tidak masalah. Atau mau masing-masing tidak saling tahu, ya, enggak masalah juga selama tujuan keuangan keluarganya dibicarakan, siapa yang investasi dana pendidikan anak? Dana pensiun? dan seterusnya. Sebagai seorang FinPlan, apakah seorang Annisa Steviani pernah mengalami kendala atau tantangan dalam mengatur keuangan keluarga? Contoh tantangannya seperti apa, boleh diceritakan? Sumber: Instagram @annisast Kalau sekarang sudah enggak ada, sih, karena ini tahun kedelapan aku menjalani financial planning. Awal-awal kendalanya adalah membiasakan diri mengatur semua sesuai budget. Bulan-bulan awal masih banyak bolongnya, investasi masih belum rutin. Tapi, ya, namanya belajar sesuatu yang baru, kan, butuh proses. Selama dicoba belajar dan dijalani harusnya semakin lancar, masa iya belajar keuangan sudah 5 tahun misalnya belum lancar juga. Ada yang harus diteliti ulang kalau sampai bertahun-tahun belum juga lancar. Sebagai keluarga muda, apa  financial goals yang sedang menjadi fokus Mba Annisa dan suami saat ini? Lalu, metode apa yang Mba dan suami terapkan untuk mencapai tujuan keuangan tersebut? Financial goals yang bisa aku share sekarang, sih, hanya melunasi uang pendidikan anak, ya. Aku dan suami punya keinginan spesifik akan sekolah anak dan otomatis biayanya tidak murah. Sehingga prioritas utama keuangan keluarga kami selalu tentang sekolah anak sampai dia kuliah nanti. Metodenya tergantung jangka waktu, sih, tapi rata-rata aku berinvestasi di reksa dana rutin setiap bulan untuk dana pendidikan. Penasaran, deh, untuk mencapai tujuan finansial keluarga, instrumen investasi apa saja yang dipilih? Adakah perbedaan mencolok perihal gaya investasi antara Mbak Annisa dan suami? Tidak ada karena semua sudah disepakati di awal bahwa aku yang akan kelola semuanya. Suami percaya dan hanya aku beri akses untuk semua akun investasi. Mencapai tujuan keuangan itu bukan masalah produk yang dipilih, tetapi kesesuaian antara produk, jangka waktu, dan profil risiko kita. Aku juga tidak pernah share spesifik aku pakai produk apa saja karena orang cenderung hanya ikut-ikutan tanpa paham apa alasan di balik pemilihan produk tersebut. Artikel terkait: Mendirikan Rumah Ramah Rubella, Grace Melia: “Terharu Bisa Mendekatkan Hubungan Orangtua dan Anak” Dengan budaya ketimuran yang kental, banyak anak Indonesia yang mau enggak mau harus menjadi sandwich gen sejak lajang bahkan hingga menikah. Menurut Mba Annisa, sejauh apa pasangan yang sudah menikah harus terbuka tentang keuangan kepada orang tua? Termasuk keberatan jika ada urusan keuangan keluarga besar yang tidak bisa kita tanggung sepenuhnya? Sumber: Instagram @annisast Aku percaya tidak ada seorang pun yang berhak tahu berapa jumlah penghasilanmu kalau kamu tidak nyaman dengan itu. Kalau pada suami tidak nyaman misalnya, ya, tidak usah diberi tahu, selama diskusi tujuan keuangan keluarganya lancar, nominal, kan, jadi masalah kedua. Bisa dengan model invest bersama saja tanpa tahu nominal penghasilan masing-masing misalnya. Begitu juga dengan orang tua, ortu tidak perlu tahu penghasilanmu berapa selama kamu mampu bilang tidak. Kalau memang penghasilanmu pas-pasan, harus berani menolak permintaan ortu yang sifatnya gaya hidup bukan biaya hidup. Kalau keberatan lalu tidak berani bilang tidak, kan, bukan salah yang meminta, salahmu sendiri tidak berani menolak.  Ketika menikah, saat itulah kehidupan seseorang berubah karena sudah ada dua kepala dalam 1 atap. Apa pendapat Annisa Steviani jika penghasilan istri lebih tinggi dibanding suami? Seperti apa komunikasi keuangan yang baik agar suami tetap percaya diri? Makanya, menikahlah dengan orang yang percaya diri. Suamiku sejak sebelum nikah adalah sosok bapak rumah tangga yang maunya resign saja, deh, di rumah, ngurus rumah, ngurus anak, masak ke pasar. Dia enggak masalah sama sekali kalau penghasilan perempuan lebih tinggi karena rezeki dari mana saja, kan. Bisa saja rezeki pernikahanmu memang datang dari istri. Aduh, aku beneran, deh, enggak bisa jawab hal-hal kayak gini, karena sebetulnya ini, tuh, bisa terlihat dari sebelum menikah. Kenapa kamu menikahi orang yang egonya mudah terluka kalau perempuan punya penghasilan lebih tinggi? Ini masalah value yang sudah dipegang seumur hidup, susah juga mengubah nilai yang sudah orang percaya bertahun-tahun. Apa tips dari Annisa Steviani yang bisa dilakukan perempuan agar cerdas mengatur keuangan keluarga? Jangan kebanyakan teori. Kebanyakan, tuh, aku dicurhatin, “Mbak tapi aku awam,” ya selama kamu enggak mulai, selamanya kamu akan awam. Step pertama, pastikan penghasilan cukup. Kedua, punya dana darurat. Ketiga, pastikan punya rencana kalau sakit bayar pakai apa? Punya asuransi? Kalau suami meninggal bagaimana kita melanjutkan hidup? Keempat baru belajar investasi. Intinya itu. Jangan dibolak-balik belajar investasi padahal belum yakin penghasilan cukup. Saat ini, Mbak Annisa lebih senang dikenal sebagai apa, sih? Influencer, digital creator, atau FinPlan? Tergantung memperkenalkan diri kepada siapa, hahaha. Kalau orang basa-basi aku bilang aku di rumah saja. Kalau di event parenting biasanya perkenalan sebagai content creator, di event finansial baru, deh, sebagai Certified Financial Planner. Aku enggak pernah mempermasalahkan titel, aku bukan tipe yang “cringe banget dibilang influencer karena aku orang biasa” enggak, sih, kalau aku. Aku senang-senang saja orang ter-influence karena aku, kan, share hal-hal baik, yang bermanfaat, yang bisa membantu hidup orang jadi lebih baik. Seru juga obrolannya dengan Mba Annisa Steviani, semoga Parents bisa mendapat pembelajaran dan tentunya lebih cerdas mengatur keuangan keluarga. : Prita Ghozie, Bicara Soal Membangun Bisnis, dan Tantangan Jadi Ibu Masa Kini Sibuk Urus Dua Anak, Rahne Putri: "Jangan Lupakan Mimpimu Sendiri Sebagai Individu" Parenting Inspiratif ala Vendryana, "Komunikasi dan Kerja Sama Penting dalam Keluarga" The post Bincang Keuangan Keluarga, Annisa Steviani: “Kuncinya Terbuka dan Berani Bilang Tidak” appeared first on theAsianparent: Situs Parenting Terbaik di Indonesia.
http://dlvr.it/S5Pqn4

Posting Komentar untuk "Bincang Keuangan Keluarga, Annisa Steviani: “Kuncinya Terbuka dan Berani Bilang Tidak”"