Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

9 Fakta tentang Inggit Garnasih, Istri Soekarno yang Tak Mau Dimadu

Beberapa hari ini nama Inggit Garnasih kembali diperbincangankan. Hal ini dikarenakan surat perceraian Inggit Garnasih dan Soekarno heboh diberitakan dijual di Instagram. Masyarakat pun mulai mencari tahu tentang dirinya. Berikut ini fakta Inggit Garnasih, Istri Soekarno yang tak mau dimadu tapi tetap setia sampai akhir. Fakta Inggit, Istri Soekarno yang Tak Mau Dimadu 1. Cantik Sejak Kecil Setelah dilahirkan, orangtuanya memberinya nama Garnasih. Nama ini merupakan gabungan dari dua nama, Hegar dan Asih. ‘Hegar’ berarti segar menghidupkan dan ‘Asih’ artinya kasih sayang. Bayi perempuan ini lahir di Banjaran, Bandung, pada 17 Februari 1988. Garnasih tumbuh menjadi anak remaja yang sangat cantik. Bisa dibilang, ia kembang di desanya saat itu. Kala itu teman-temannya berkata, “Mendapatkan senyuman dari Garnasih ibarat mendapat uang seringgit.” Inilah yang menjadi awal nama depannya, Inggit Garnasih. Artikel terkait: Bangkitkan Nasionalisme, Ini 9 Fakta Sejarah Bendera Merah Putih yang Perlu Anak Ketahui 2. Pernah Menikah Dua Kali Inggit pertama kali menikah dengan seorang patih yang bekerja di Residen Priangan. Laki-laki itu bernama Nata Atmaja. Pernikahan mereka tidak bertahan lama. Keduanya memutuskan untuk bercerai. Setelah bercerai, Inggit menikah dengan laki-laki yang disukainya sejak masih sangat muda, Haji Sanusi namanya. Sanusi adalah seorang pengusaha dan anggota dari organisasi Sarekat Islam. Pernikahan mereka sebenarnya baik-baik saja. Inggit mengelola kos di kawasan Kebonjati, Bandung, dan Sanusi berbisnis sebagai saudagar di Pasar Baru, Bandung. Tapi saking sibuknya, Sanusi sering meninggalkan Inggit untuk bekerja. 3. Pertemanan Soekarno dengan Suami Inggit Soekarno saat itu sudah menikah dengan seorang perempuan asal Surabaya. Namanya Siti Oetari, anak dari pemilik kos sekaligus pejuang Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Soekarno mengenalnya saat ia bersekolah di Hogere Burger School (HBS), Surabaya, dan kos di rumah Tjokroaminoto. Lulus dari HBS, Soekarno melanjutkan kuliah di Institut Teknik Bandung (ITB). Tjokroaminoto lalu menitipkan Soekarno kepada Sanusi untuk tinggal di rumahnya, di Bandung. Tjokroaminoto mengenal Sanusi karena sama-sama bergabung di Sarekat Islam. Di sanalah Soekarno yang baru berusia 21 tahun bertemu Inggit pertama kali, sedangkan usia Inggit saat itu sudah menginjak 34 tahun. Mereka mulai sering mengobrol dan semakin dekat, bahkan lebih dekat dari seorang teman. Tak lama keduanya pun saling jatuh cinta. Artikel terkait: 10 Fakta Sejarah Singkat Perjuangan Bangsa Indonesia, Wawasan untuk Si Kecil! 4. Inggit Menceraikan Suaminya dan Menikahi Soekarno Dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965) yang ditulis Cindy Adams, Soekarno bercerita kalau hubungan asmaranya dengan Inggit terjadi sebelum masing-masing dari mereka menceraikan pasangannya. Cintanya yang dalam kepada Inggit, membuat Soekarno memberanikan diri untuk meminta Inggit dari Sanusi. Tak disangka niatannya diterima Sanusi dengan baik, tapi ada syaratnya. Soekarno tidak boleh menyakiti Inggit dan menyia-nyiakan Inggit dalam kurun waktu 10 bulan. Jika itu dilakukan, maka Soekarno harus harus mengembalikan Inggit kepada Sanusi. Hal ini pun disanggupi Soekarno. Kemudian, Sanusi menceraikan Inggit, Soekarno menceraikan Oetami, lalu Soekarno dan Inggit menikah di rumah orangtua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung, pada tanggal 24 Maret 1923. 5. Tetap setia Selama Soekarno Ditangkap dan dalam Pengasingan Setelah menikah, mereka hidup berpindah-pindah, mengontrak dari satu rumah ke rumah lain. Saat itu Soekarno bukan siapa-siapa, dan secara materi ia juga tidak berkelebihan. Inggit bahkan ikut bekerja demi menyokong perjuangan Soekarno saat itu. Ke mana pun Soekarno pergi, Inggit juga selalu menemani. Seperti saat suaminya ditangkap di Yogyakarta (29 Desember 1929) dan dipenjara di Penjara Banceuy, Bandung, lalu dipindahkan ke Sukamiskin. Juga saat Soekarno diasingkan oleh pemerintahan Hindia Belanda ke Ende, Flores, tahun 1933, juga ke Bengkulu (1938). Ia terus mendampingi dan memberikan dukungan dalam setiap masalah perjuangan politik yang dihadapi sang suami. Bisa dibilang, dialah yang menjadi penopang dan membentuk Soekarno hingga menjadi pemimpin besar. Bagi Soekarno, Inggit tak hanya seorang istri, tapi juga ibu dan sahabat. “Dalam periode kehidupanku selanjutnya, Inggit sangat penting bagiku. Dia adalah ilhamku. Dia adalah pendorongku. Dan dalam waktu dekat aku memerlukan semua ini,” kata Soekarno dalam buku Cindy. Artikel terkait: Mengenal Makna dan Sejarah di Balik Peringatan Hari Keluarga Nasional6 6. Melakukan Apapun untuk Sang Suami Seperti sudah ditulis di Tirto.id, Inggit rajin menjenguk Soekarno di penjara. Ia mengusahakan apapun agar Soekarno merasa nyaman dan tetap bisa berkomunikasi dengan teman-teman seperjuangannya dari dalam penjara. Inggit beberapa kali menyelipkan uang ke dalam makanan yang dibawanya. Uang itu digunakan Soekarno untuk membujuk penjaga agar membelikannya surat kabar. Reni Nuryanti penulis buku Inggit Garnasih: Perempuan dalam Hidup Sukarno (2007) menulis, Inggit bahkan rela berpuasa beberapa hari demi bisa menyelipkan buku-buku yang diminta oleh Soekarno ke dalam perutnya. Inggit juga berperan sebagai perantara pesan dari sang suami kepada para aktivis pergerakan nasional. Soekarno menuliskan pesannya di kertas lintingan rokok. Kala itu Inggit berjualan rokok buatan sendiri. Rokok yang berisi pesan dari Soekarno itu kemudian diikat Inggit dengan benang merah dan diantarkan ke teman-teman Soekarno (cerita seperti tertulis pada Bung Karno Panglima Revolusi, karya Peter Kasenda, tahun 2014). 7. Menolak Dipoligami, Fakta Inggit Garnarsih Istri Soekarno yang Tak Mau Dimadu Saat Soekarno menjadi tahanan politik di Bengkulu itulah ia bertemu dan mengenal Fatmawati. Fatmawati merupakan anak gadis dari salah seorang tokoh Muhammadiyah di sana. Tahun 1942, setelah Belanda kalah dan Jepang berkuasa atas Indonesia, Soekarno bebas dan dikirim ke Jakarta. Pada kesempatan itulah Soekarno melayangkan niat poligami kepada Inggit untuk menikahi Fatmawati. Alasannya bukan karena tak cinta lagi, melainkan ingin mendapatkan keturunan. Ya, selama 20 tahun menikah, Inggit tidak dikaruniai anak. Cindy menuliskan di bukunya kata-kata Soekarno kepada Inggit. “Aku tidak bermaksud menyingkirkanmu. Merupakan keinginanku untuk menetapkanmu dalam kedudukan paling atas dan engkau tetap sebagai istri yang pertama.” Namun Inggit menolak dengan tegas, ia tidak mau dimadu betapa pun ia sangat mencintai Soekarno. Akhirnya, dengan berat hari Soekarno menceraikan Inggit pada awal tahun 1943 dan mengantarkannya ke Bandung ke rumah Haji Anda, yang adalah kerabat Inggit. Dalam kesempatan itu, Soekarno juga menyerahkan Inggit kepada Sanusi yang juga hadir. Perjanjian Soekarno dan Sanusi sebenarnya sudah tidak berlaku, karena hal itu sudah lewat dari masa 10 bulan. Namun Sanusi menerima Inggit. Bukan untuk dinikahinya kembali, karena pada saat itu ia juga sudah beristri. Tindakan Soekarno ini dinilai sekadar ikatan emosional antara dirinya dan mantan suami Inggit, juga pertanggungjawabannya secara moral kepada Sanusi. Sesungguhnya perceraian ini sangat disayangkan banyak pihak. Semua orang tahu bahwa Inggit punya andil yang sangat besar bagi kehidupan Soekarno. Perceraian ini juga sempat ditentang oleh orangtua angkat Soekarno, Raden Mas Soemosewoyo. Saking marahnya, Soemosewoyo bahkan sampai pergi meninggalkan Soekarno ke Kediri. Inilah salah satu fakta Inggit Garnasih istri Soekarno yang tak mau dimadu. 8. Cintanya Sejati, Tak Lekang oleh Waktu Inggit tinggal di rumah Haji Anda hanya sementara waktu. Ia berpindah tempat beberapa kali hingga kemudian menetap di rumah yang dihuninya hingga ia meninggal, yaitu di Jalan Ciateul (kini dijadikan Rumah Bersejarah Inggit Garnasih). Tepat pada tanggal 1 Juni 1943, Soekarno menikahi Fatmawati. Dan dua tahun kemudian, setelah Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Fatmawati disebut sebagai Ibu Negara. Dalam surat cerai mereka dituliskan, Soekarno memberikan sebuah rumah beserta isinya kepada Inggit di kota Bandung. Dan hingga wafatnya, Inggit berhak menerima nafkah dari Soekarno. Inggit juga menguasai semua harta yang dimiliki selama pernikahan mereka, kecuali buku-buku milik Soekarno. Surat cerai tersebut juga ditandatangani oleh Drs. Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansoer, yang adalah teman-teman seperjuangan Soekarno. Pada tahun 1960, saat Inggit berusia 72 tahun, sudah sangat tua dan sakit-sakitan, Soekarno menjenguknya di Bandung. Itulah pertemuan terakhir mereka. Keduanya bertemu lagi 10 tahun kemudian, saat Soekarno wafat pada 21 Juni 1970. Di usianya yang sangat renta, dari Bandung ia bergegas menuju Wisma Yaso, rumah duka tempat pria kesayangannya itu disemayamkan. “Kus, gening kus teh miheulaan, ku Inggit didoakeun… (Kus, Ternyata Kus pergi lebih dulu. Inggit mendoakanmu…)”, katanya sambil terisak menahan kepedihan yang mendalam, seperti ditulis dalam pengantar buku Kuantar ke Gerbang karya Ramadhan KH. 9. Menjadi Saksi Perjuangan Soekarno Pada 7 Februari 1984, atas mediasi Ali Sadikin, Fatmawati menemuinya dan mengucapkan permintaan maaf kepada Inggit. Dan dua bulan setelah perjumpaan itu, tepatnya 13 April 1984, Inggit meninggal dunia dalam damai. Ia dimakamkan di TPU Babakan Ciparay, Bandung. Inggit Garnasih, perempuan yang selalu setia dan mencinta Soekarno hingga akhir hidupnya, menutup mata di usianya yang ke-96. Inilah fakta Inggit Garnasih istri Soekarno yang menjadi saksi perjuangan Soekarno hingga menjadi presiden RI. : Manis Banget! Akhirnya Jokowi Telepon Anak yang Menangis Karena Gagal Bertemu Dengannya The post 9 Fakta tentang Inggit Garnasih, Istri Soekarno yang Tak Mau Dimadu appeared first on theAsianparent: Situs Parenting Terbaik di Indonesia.
http://dlvr.it/S5r64R

Posting Komentar untuk "9 Fakta tentang Inggit Garnasih, Istri Soekarno yang Tak Mau Dimadu"