Napak Tilas Museum Sumpah Pemuda, Kost Mahasiswa di Era Lampau
Setiap tanggal 28 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. Itu adalah momen bersejarah dan penting dalam gerakan perjuangan Bangsa Indonesia untuk merdeka. Momen itu terjadi di sebuah lokasi yang kini telah menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Beragam koleksi menarik ada di museum yang berlokasi di Jalan Kramat Raya, Kwitang ini. Simak yuk informasi tentangnya di artikel berikut ini.
Sejarah Museum Sumpah Pemuda
Sebelum akhirnya menjadi museum, bangunan ini telah melalui perjalanan panjang. Bangunan museum tersebut awalnya merupakan sebuah rumah pribadi milik seseorang bernama Sie Kong Lian.
Para pelajar sekolah kedokteran Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsschool) pernah menyewanya sebagai tempat tinggal dan belajar sejak tahun 1908.
Sejumlah pelajar yang di kemudian hari menjadi tokoh penting di Indonesia pernah tinggal di sana. Beberapa di antaranya adalah Muhammad Yamin, Mohammad Tamzil, dan Amir Sjarifoedin.
Setelah dipakai para mahasiswa untuk tinggal, rumah Sie Kong Lian dikenal dengan Gedung Kramat 106 dan Langen Siswo. Di kemudian hari, gedung tersebut diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
Selain dipakai mahasiswa untuk tinggal, gedung itu juga pernah menjadi sentra bertemunya para tokoh pemuda. Di sana, pernah digelar kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, dan PPPI.
Pada 28 Agustus 1928, terjadilah peristiwa besar yang terus dikenang sampai sekarang di bangunan ini. Kongres di bangunan yang sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda adalah kongres yang ketiga. Sebelumnya, ada dua kongres yang lebih dulu digelar di tempat lain.
Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, Indonesische Clubgebouw menjadi sepi dari berbagai kegiatan karena para penghuninya banyak yang pergi lantaran studinya sudah rampung. Bangunan beberapa kali berubah fungsi mulai dari toko bunga, hotel, hingga kantor pemerintah.
Bangunan baru menjadi museum pada era 1970-an. Pada 3 April 1973, Pemda DKI Jakarta memugar gedung dan selesai pada 20 Mei 1973. Sejak itu, resmilah berdiri museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.
Fakta uniknya, museum ini masih asli. Jika ada kerusakan pada bagian gedung, proses perbaikan akan sulit dilakukan karena material bangunan museum dan material yang tersedia saat ini berbeda.
“Kalau dilakukan perbaikan, dia (material bangunan) akan menolak material baru karena bangunan aslinya tidak mengenal semen. Hanya mengenal pasir, kapur, dan tumpukan bata merah,” ujar Fathul salah satu guide museum melansir laman Kompas.
Kendati demikian, kondisi bangunan museum saat ini masih tampak kokoh dan terawat dengan baik meskipun sudah berumur lebih dari 100 tahun.
Artikel terkait: Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Pelajari Jejak Dakwah Nusantara
Lokasi dan Rute Menuju ke Museum
Museum Sumpah Pemuda beralamat di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Kwitang, Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat. Lokasinya sekitar 2,3 kilometer dari Stasiun Pasar Senen dan sekitar 4 kilometer dari Monumen Nasional.
Museum ini dapat dikunjungi oleh masyarakat umum setiap Selasa sampai Minggu, mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.
Harga tiket masuk Museum Sumpah Pemuda dibanderol mulai dari Rp 1.000 per orang untuk anak-anak, mulai dari Rp 2.000 untuk dewasa, dan mulai dari Rp 10.000 untuk wisatawan mancanegara. Sistem pembayaran tiket masuk di Museum Sumpah Pemuda saat ini masih melayani transaksi tunai.
Berada di tengah kota dan jalan besar membuat Museum Sumpah Pemuda mudah dijangkau dengan transportasi umum. Cara menuju ke sana yang paling mudah adalah menggunakan bus Transjakarta. Museum Sumpah Pemuda berada sangat dekat dengan Halte Pal Putih sehingga pengunjung bisa turun di sana.
Jika menggunakan kereta Commuter Line, pengunjung bisa turun di Stasiun Pasar Senen atau Gang Sentiong. Setelah itu, pengunjung bisa lanjut dengan bus Transjakarta dari Halte Senen atau Kramat Sentiong NU.
Namun, lebih direkomendasikan untuk naik dari Halte Senen karena lebih dekat dengan stasiun. Jarak dari Halte Senen dan Kramat Sentiong NU dengan Halte Pal Putih hanya berjarak satu halte.
Artikel terkait: Kilas Balik Peristiwa G30S/PKI di Museum Sasmita Loka Ahmad Yani
Koleksi Menarik
Sesuai namanya, di museum ini pengunjung bisa menikmati koleksi museum yang bercerita tentang Sumpah Pemuda dan seluk-beluknya.
Salah satu yang paling menarik dan jangan sampai terlewat adalah biola milikW.R. Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya.
Berukuran 4/4 atau standar dengan panjang badan 36 cm, lebar badan pada bagian terlebar 20 cm, dan 11 cm pada bagian tersempit. Tebal tepian biola 4,1 cm dan tebal bagian tengah 6 cm.
Pada bagian badan terdapat dua lubang berbentuk “S” terbalik, disebut “f hole”, satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan, yang bekerja membuang gema dari dalam. Pada bagian dalam terdapat tulisan “Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 16”, petunjuk nama pembuat dan alamatnya.
Ada pula diorama yang menggambarkan situasi saat Sumpah Pemuda diucapkan puluhan tahun silam. Semuanya seakan membawa kita ke masa lalu saat momen bersejarah itu terjadi.
Saat berkunjung, pengunjung dianjurkan untuk mengikuti alur yang sudah tertata. Bisa dimulai dari ruangan pengenalan, kemudian lanjut ke ruangan organisasi para pemuda, ruangan kongres, dan diorama kongres.
Di bagian belakang museum terdapat ruangan diorama keluarga Sie Kong Lian, sang pemilik gedung Museum Sumpah Pemuda. Lalu ada ruangan yang menjelaskan mengenai indekos di Kramat 106, yaitu tempat tinggal pelajar Stovia dan pelajar Hukum pada masa itu.
Tiga ruangan terakhir yaitu ruangan Indonesia Raya atau bisa juga disebut ruangan W.R. Supratman, ruangan pramuka, dan ruangan interaktif. Tidak perlu buru-buru untuk berpindah ke ruangan selanjutnya karena beberapa ruangan dilengkapi fasilitas pendukung guna menyampaikan informasi kepada pengunjung.
Misalnya ruangan WR. Supratman yang memiliki fasilitas layar interaktif berisi beberapa daftar lagu kebangsaan. Pengunjung bisa mendengarkan lagu tersebut menggunakan headphone yang telah disediakan. Tidak hanya itu, di ruangan interaktif juga terdapat fasilitas rekam video secara mandiri.
Yuk, Bun, ajak si kecil ke museum untuk belajar sejarah dengan cara yang menarik!
http://dlvr.it/Sy3mjh
Beragam koleksi menarik ada di museum yang berlokasi di Jalan Kramat Raya, Kwitang ini. Simak yuk informasi tentangnya di artikel berikut ini.
Sejarah Museum Sumpah Pemuda
Sebelum akhirnya menjadi museum, bangunan ini telah melalui perjalanan panjang. Bangunan museum tersebut awalnya merupakan sebuah rumah pribadi milik seseorang bernama Sie Kong Lian.
Para pelajar sekolah kedokteran Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsschool) pernah menyewanya sebagai tempat tinggal dan belajar sejak tahun 1908.
Sejumlah pelajar yang di kemudian hari menjadi tokoh penting di Indonesia pernah tinggal di sana. Beberapa di antaranya adalah Muhammad Yamin, Mohammad Tamzil, dan Amir Sjarifoedin.
Setelah dipakai para mahasiswa untuk tinggal, rumah Sie Kong Lian dikenal dengan Gedung Kramat 106 dan Langen Siswo. Di kemudian hari, gedung tersebut diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
Selain dipakai mahasiswa untuk tinggal, gedung itu juga pernah menjadi sentra bertemunya para tokoh pemuda. Di sana, pernah digelar kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, dan PPPI.
Pada 28 Agustus 1928, terjadilah peristiwa besar yang terus dikenang sampai sekarang di bangunan ini. Kongres di bangunan yang sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda adalah kongres yang ketiga. Sebelumnya, ada dua kongres yang lebih dulu digelar di tempat lain.
Setelah peristiwa Sumpah Pemuda, Indonesische Clubgebouw menjadi sepi dari berbagai kegiatan karena para penghuninya banyak yang pergi lantaran studinya sudah rampung. Bangunan beberapa kali berubah fungsi mulai dari toko bunga, hotel, hingga kantor pemerintah.
Bangunan baru menjadi museum pada era 1970-an. Pada 3 April 1973, Pemda DKI Jakarta memugar gedung dan selesai pada 20 Mei 1973. Sejak itu, resmilah berdiri museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.
Fakta uniknya, museum ini masih asli. Jika ada kerusakan pada bagian gedung, proses perbaikan akan sulit dilakukan karena material bangunan museum dan material yang tersedia saat ini berbeda.
“Kalau dilakukan perbaikan, dia (material bangunan) akan menolak material baru karena bangunan aslinya tidak mengenal semen. Hanya mengenal pasir, kapur, dan tumpukan bata merah,” ujar Fathul salah satu guide museum melansir laman Kompas.
Kendati demikian, kondisi bangunan museum saat ini masih tampak kokoh dan terawat dengan baik meskipun sudah berumur lebih dari 100 tahun.
Artikel terkait: Museum Islam Nusantara Lasem Diresmikan, Pelajari Jejak Dakwah Nusantara
Lokasi dan Rute Menuju ke Museum
Museum Sumpah Pemuda beralamat di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Kwitang, Kecamatan Senen, Kota Jakarta Pusat. Lokasinya sekitar 2,3 kilometer dari Stasiun Pasar Senen dan sekitar 4 kilometer dari Monumen Nasional.
Museum ini dapat dikunjungi oleh masyarakat umum setiap Selasa sampai Minggu, mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.
Harga tiket masuk Museum Sumpah Pemuda dibanderol mulai dari Rp 1.000 per orang untuk anak-anak, mulai dari Rp 2.000 untuk dewasa, dan mulai dari Rp 10.000 untuk wisatawan mancanegara. Sistem pembayaran tiket masuk di Museum Sumpah Pemuda saat ini masih melayani transaksi tunai.
Berada di tengah kota dan jalan besar membuat Museum Sumpah Pemuda mudah dijangkau dengan transportasi umum. Cara menuju ke sana yang paling mudah adalah menggunakan bus Transjakarta. Museum Sumpah Pemuda berada sangat dekat dengan Halte Pal Putih sehingga pengunjung bisa turun di sana.
Jika menggunakan kereta Commuter Line, pengunjung bisa turun di Stasiun Pasar Senen atau Gang Sentiong. Setelah itu, pengunjung bisa lanjut dengan bus Transjakarta dari Halte Senen atau Kramat Sentiong NU.
Namun, lebih direkomendasikan untuk naik dari Halte Senen karena lebih dekat dengan stasiun. Jarak dari Halte Senen dan Kramat Sentiong NU dengan Halte Pal Putih hanya berjarak satu halte.
Artikel terkait: Kilas Balik Peristiwa G30S/PKI di Museum Sasmita Loka Ahmad Yani
Koleksi Menarik
Sesuai namanya, di museum ini pengunjung bisa menikmati koleksi museum yang bercerita tentang Sumpah Pemuda dan seluk-beluknya.
Salah satu yang paling menarik dan jangan sampai terlewat adalah biola milikW.R. Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya.
Berukuran 4/4 atau standar dengan panjang badan 36 cm, lebar badan pada bagian terlebar 20 cm, dan 11 cm pada bagian tersempit. Tebal tepian biola 4,1 cm dan tebal bagian tengah 6 cm.
Pada bagian badan terdapat dua lubang berbentuk “S” terbalik, disebut “f hole”, satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan, yang bekerja membuang gema dari dalam. Pada bagian dalam terdapat tulisan “Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 16”, petunjuk nama pembuat dan alamatnya.
Ada pula diorama yang menggambarkan situasi saat Sumpah Pemuda diucapkan puluhan tahun silam. Semuanya seakan membawa kita ke masa lalu saat momen bersejarah itu terjadi.
Saat berkunjung, pengunjung dianjurkan untuk mengikuti alur yang sudah tertata. Bisa dimulai dari ruangan pengenalan, kemudian lanjut ke ruangan organisasi para pemuda, ruangan kongres, dan diorama kongres.
Di bagian belakang museum terdapat ruangan diorama keluarga Sie Kong Lian, sang pemilik gedung Museum Sumpah Pemuda. Lalu ada ruangan yang menjelaskan mengenai indekos di Kramat 106, yaitu tempat tinggal pelajar Stovia dan pelajar Hukum pada masa itu.
Tiga ruangan terakhir yaitu ruangan Indonesia Raya atau bisa juga disebut ruangan W.R. Supratman, ruangan pramuka, dan ruangan interaktif. Tidak perlu buru-buru untuk berpindah ke ruangan selanjutnya karena beberapa ruangan dilengkapi fasilitas pendukung guna menyampaikan informasi kepada pengunjung.
Misalnya ruangan WR. Supratman yang memiliki fasilitas layar interaktif berisi beberapa daftar lagu kebangsaan. Pengunjung bisa mendengarkan lagu tersebut menggunakan headphone yang telah disediakan. Tidak hanya itu, di ruangan interaktif juga terdapat fasilitas rekam video secara mandiri.
Yuk, Bun, ajak si kecil ke museum untuk belajar sejarah dengan cara yang menarik!
http://dlvr.it/Sy3mjh
Posting Komentar untuk "Napak Tilas Museum Sumpah Pemuda, Kost Mahasiswa di Era Lampau"