Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Preeklamsia Saat Hamil: Kenali Penyebab, Gejala, Komplikasi, hingga Cara Mencegahnya

Bila tekanan darah meninggi selama kehamilan, Bunda patut mewaspadainya! Bisa jadi ini salah satu gejala preeklamsia. Preeklamsia adalah gangguan tekanan darah tinggi pada ibu hamil yang bisa menyebabkan komplikasi kesehatan serius pada ibu dan bayi. Simak penjelasan lengkapnya berikut ini sebagai cara mencegah dan mengatasi bila kondisi preeklamsia ini terjadi pada ibu hamil.  Apa Itu Preeklamsia? Sumber: Freepik Dokter kandungan biasanya akan memeriksa tekanan darah tinggi dan meminta sampel urine saat kunjungan prenatal untuk memeriksa tanda-tanda preeklamsia. Meskipun tekanan darah tinggi selama kehamilan ini umum terjadi, tetapi bila tidak diobati bisa menyebabkan komplikasi yang berpotensi berbahaya bagi ibu dan bayi. Salah satunya merusak hati dan ginjal ibu karena kurangnya asupan darah dan oksigen. Preeklampsia adalah masalah kesehatan yang dialami ibu hamil pada usia kehamilan di atas 20 minggu, didiagnosis sebelum kehamilan 32 minggu disebut sebagai preeklamsia dini. Kondisi ini ditandai dengan tingkat tekanan darah yang tinggi dan kadar protein yang tinggi pada urine. Tanpa pemeriksaan dan tes, mungkin dua tanda ini sulit untuk Anda dan dokter ketahui. Sementara itu, gejala lain belum tentu muncul pada beberapa ibu dengan preeklamsia. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah.  Preeklamsia dikenal juga dengan istilah hipertensi yang diinduksi kehamilan (PIH) atau dulu dikenal dengan nama toksemia (toxemia). Tingkat kasus preeklampsia pada ibu hamil ternyata cukup banyak, yaitu diperkirakan 5 hingga 8 persen kehamilan (di Amerika Serikat). Umumnya, kasus ini cenderung lebih sering terjadi pada perempuan kulit hitam dan Hispanik daripada perempuan kulit putih. Dalam kasus yang jarang terjadi, preeklamsia yang tidak diobati dapat berkembang menjadi eklamsia, kondisi yang jauh lebih serius yang melibatkan kejang, atau HELLP, sindrom serius lain yang dapat menyebabkan kerusakan hati dan komplikasi lainnya. Penyebab Preeklamsia Sumber: Freepik Apa sebenarnya yang menyebabkan preeklamsia, ya, Bunda? Ahli kesehatan pun hingga kini belum tahu pasti penyebab preeklamsia pada ibu hamil, meskipun kebanyakan mereka percaya, kondisi ini dimulai di plasenta saat tubuh meningkatkan produksi darah ibu untuk mendukung pertumbuhan bayi. Serta, penurunan suplai darah ke plasenta ini dan kurang berfungsinya plasenta dengan baik pada beberapa ibu hamil dapat menyebabkan preeklamsia. Ada beberapa teori penyebab preeklamsia pada ibu hamil, melansir dari laman What to Expect, antara lain: 1. Genetik Bila ibu Anda pernah mengalami preeklamsia di kehamilan mereka dahulu, Anda akan lebih mungkin mengalaminya juga saat hamil. Riwayat keluarga sangat meningkatkan risiko, dan genetika Anda sendiri juga mungkin berperan. 2. Cacat Pembuluh Darah Selama kehamilan, tubuh Bunda harus membuat pembuluh darah ekstra untuk mengirim darah ke bayi dan plasenta Anda. Pada beberapa ibu, sel-sel ini tidak berkembang atau berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan preeklamsia. Lantaran memiliki preeklamsia selama kehamilan meningkatkan risiko memiliki kondisi kardiovaskular di kemudian hari, pembuluh darah yang rusak mungkin menunjukkan kecenderungan tekanan darah tinggi pada beberapa perempuan. 3. Respons Imun Bayi dan plasenta adalah dua benda yang menyerap nutrisi dari tubuh Anda. Ada kemungkinan, tubuh ibu hamil dengan  preeklampsia ini menjadi lebih peka terhadap dua benda ini dan bereaksi dengan cara yang dapat merusak darah dan pembuluh darah.  Tanda dan Gejala Preeklamsia Sumber: Freepik Tidak semua ibu hamil dengan kasus preeklamsia menunjukkan gejala. Oleh karena itu, Bunda perlu melakukan kunjungan prenatal agar bidan atau dokter kandungan bisa memeriksa kesehatan dan kehamilan guna melihat tanda preeklamsia. Berikut ciri ciri dan gejala preeklamsia yang perlu Anda perhatikan.  Peningkatan tekanan darah (menjadi 140/90 atau lebih) jika Anda belum pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelumnya. Pada titik ini, dokter mungkin akan melakukan tes nonstres (mengukur detak jantung dan kadar cairan bayi melalui USG) untuk memantau pergerakan bayi.  Protein dalam urine. Pembengkakan parah pada tangan dan wajah (edema).  Edema atau pembengkakan parah pada pergelangan kaki yang tidak kunjung hilang. Sakit kepala parah yang tidak merespons obat acetaminophen (Tylenol). Perubahan penglihatan, termasuk penglihatan kabur atau ganda. Kenaikan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari yang tidak berhubungan dengan aktivitas makan, tetapi karena peningkatan besar cairan tubuh. Sakit perut, terutama di perut bagian atas. Detak jantung cepat. Urine sedikit atau gelap. Reaksi refleks yang berlebihan. Fungsi ginjal tidak normal. Tingkat trombosit yang lebih rendah dalam darah Anda (trombositopenia). Mual atau muntah yang tidak normal. Sesak napas yang disebabkan oleh cairan di paru-paru. Penambahan berat badan  Sekali lagi yang perlu diingat, tidak semua preeklampsia menunjukkan gejala. Itulah alasannya sangat penting bagi Anda melakukan kunjungan prenatal secara teratur sehingga dokter dapat memantau ciri ciri preeklamsia dan jika perlu, melakukan tes tambahan untuk membuat diagnosis yang lebih pasti. Faktor Risiko Preeklampsia Sumber: Freepik Ada beberapa faktor yang dikaitkan dengan preeklamsia pada ibu hamil, di antaranya adalah:  Sering terjadi pada kehamilan pertama Telah didiagnosis preeklamsia pada kehamilan sebelumnya –sekitar 1 dari 3 ibu hamil kemungkinan mengembangkan kondisi ini pada kehamilan berikutnya Riwayat keluarga preeklamsia atau tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) Diabetes tipe 1 atau tipe 2 yang sudah ada sebelumnya Memiliki riwayat hipertensi gestasional Riwayat migrain Punya penyakit ginjal Kecenderungan untuk mengembangkan pembekuan darah Obesitas atau kelebihan berat badan Hamil anak kembar Kehamilan akibat fertilisasi in vitro (IVF) Hamil di usia sangat muda (20 tahun atau di bawahnya) atau di usia tua (di atas usia 40 tahun) Memiliki bayi dengan jarak kurang dari dua tahun atau lebih dari 10 tahun Gangguan autoimun termasuk lupus Sindrom ovarium polikistik (PCOS) Sklerosis ganda Penyakit gusi Diabetes gestasional Penyakit sel sabit Bila Bunda memiliki riwayat penyakit di atas, ada baiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum merencanakan kehamilan. Dengan demikian Anda bisa memiliki kehamilan yang aman, nyaman, dan sehat.  Kapan Preeklamsia Terjadi? Melansir Healthline, preeklamsia umumnya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Namun dalam beberapa kasus, bisa saja terjadi lebih awal, atau bahkan setelah melahirkan. Selain itu, mengutip dari laman WebMD, gejala terjadinya preeklamsia biasanya mulai muncul setelah usia kehamilan 34 minggu. Dalam beberapa kasus, gejala ada juga yang muncul setelah persalinan, yakni dalam 48 jam setelah melahirkan. Gejala ini nantinya akan pergi atau hilang dengan sendiri, atau malah semakin memburuk yang dikenal dengan istilah eklamsia. Artikel terkait: Cara Tepat Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu Hamil Cara Mendiagnosis Preeklamsia Melalui pemeriksaan prenatal rutin yang dilakukan setiap bulan. Melihat tanda dan gejala preeklampsia. Memiliki riwayat penyakit yang dapat mengembangkan penyakit ini.  Dokter kandungan biasanya tidak mencari satu gejala, tetapi pola gejala. Protein yang tinggi dalam urine, misalnya, itu adalah gejala. Namun, itu bukan berarti Anda benar-benar menderita preeklamsia. Jika dokter mencurigai Anda menderita preeklamsia, ia akan memberikan tes darah dan urine. Dokter juga akan memeriksa seberapa baik pembekuan darah Anda, dan mungkin melakukan USG dan pemantauan janin untuk memastikan kesehatan bayi. Untuk membuat diagnosis preeklamsia, dokter kandungan akan mencari gejala-gejala berikut: Tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mm Hg) Protein dalam urine (proteinuria) Tanda-tanda lain dari masalah ginjal Jumlah trombosit darah kurang dari 100.000 mL Enzim hati yang sangat tinggi (menunjukkan gangguan fungsi hati) Cairan di paru-paru (edema paru) Sakit kepala yang baru terjadi selama kehamilan Gangguan penglihatan Artikel terkait: 8 Penyebab Warna Urine Kuning Pekat Saat Hamil, Bahayakah Kondisi Ini? Komplikasi yang Mungkin Terjadi Jika preeklamsia tidak segera diobati, besar kemungkinan ibu dan bayi mengalami komplikasi kesehatan yang lebih serius. Seperti:  Eklamsia. Kondisi kehamilan jauh lebih serius yang mengakibatkan kejang dan konsekuensi lain yang lebih serius bagi Anda dan bayi. HELLP syndrome. Hemolysis Elevated Liver Enzymes Low Platelet (HELLP) merupakan kondisi serius yang dapat mengakibatkan komplikasi termasuk kerusakan liver. HELLP dapat terjadi dengan sendirinya selama kehamilan atau bersamaan dengan preeklamsia, ditandai dengan jumlah sel darah merah yang rendah, peningkatan enzim hati, dan masalah pembekuan. Persalinan prematur. Pembatasan Pertumbuhan Intrauterin (Intrauterine Growth Restriction/IUGR), yakni bayi lahir dengan ukuran dan berat lahir rendah, serta komplikasi yang menyertainya –yang juga disebabkan kelahiran prematur- seperti ketidakmampuan belajar, epilepsi, cerebral palsy, dan masalah pendengaran dan penglihatan. Solusio plasenta atau pemisahan dini plasenta dari dinding rahim. Kerusakan organ tubuh, seperti kerusakan pada ginjal, liver, paru-paru, gagal jantung, kebutaan reversibel, stroke, cedera otak lainnya, perdarahan setelah melahirkan, atau yang lainnya. Menderita preeklamsia juga menempatkan Anda pada risiko yang lebih besar di kemudian hari pada penyakit ginjal dan penyakit jantung, termasuk serangan jantung, stroke dan tekanan darah tinggi. Anda juga lebih berisiko mengalami preeklamsia di kehamilan berikutnya. Cara Mengatasi dan Perawatan Preeklampsia Sumber: Freepik Kabar baiknya adalah, Bunda tetap dapat memiliki kehamilan yang sehat bila mengobati penyakit ini sejak dini. Preeklamsia dapat dikendalikan selama kehamilan, dan “penyembuhannya” dimulai dengan cara dan setelah melahirkan bayinya. Sementara selama kehamilan, yang bisa ibu lakukan adalah mengelola preeklamsia sesuai dengan tingkat keparahan kondisinya. Untuk Kasus Preeklampsia Ringan Sekitar 75 persen kasus preeklamsia ringan berpotensi menjadi preeklamsia berat atau eklamsia bila tidak segera diobati. Umumnya ini yang akan direkomendasikan dokter kandungan: Tes darah dan urine secara teratur untuk memeriksa jumlah trombosit, enzim hati, fungsi ginjal, dan kadar protein urine yang menunjukkan apakah kondisi preeklamsia berkembang atau tidak. Hitungan tendangan harian bayi di trimester ketiga. Pemantauan tekanan darah. Perubahan pola makan, termasuk makan lebih banyak protein, sayuran, buah-buahan dan produk susu rendah lemak dan lebih sedikit garam, serta minum setidaknya 8 gelas air sehari. Obat untuk menurunkan tekanan darah Anda (antihipertensi) —kasuistik. Saran untuk istirahat total (tirah baring), dengan tujuan memperpanjang kehamilan hingga persalinan dan proses persalinan yang lebih aman nantinya.  Kemungkinan rawat inap awal untuk memantau perkembangan atau stabilitas gejala. Persalinan prematur (dengan induksi atau mungkin operasi caesar) mendekati usia kehamilan 37 minggu.  Memang belum ada obat untuk menyembuhkan preeklamsia, dan umumnya kondisi ibu akan kembali normal setelah melahirkan. Untuk Kasus Preeklampsia Berat Preeklamsia berat adalah kondisi yang mengancam nyawa ibu hamil. Mengelola preeklamsia berat bisa dengan berusaha mengurangi risiko kerusakan organ dan komplikasi lain yang lebih serius, di antaranya:  Pemantauan janin yang cermat, termasuk tes nonstres, ultrasound, pemantauan detak jantung, penilaian pertumbuhan janin, dan penilaian cairan ketuban. Obat untuk menurunkan tekanan darah (antihipertensi). Obat antikonvulsan magnesium sulfat, elektrolit yang dapat membantu mencegah perkembangan menjadi eklamsia Persalinan dini, sering kali dilakukan setelah usia kandungan mencapai 34 minggu dan kondisi ibu dalam keadaan stabil. Perawatan Preeklampsia Setelah Persalinan Sebagian besar kasus preeklamsia sembuh saat bayi lahir, dan sangat jarang gejalanya muncul dalam waktu 48 jam setelah melahirkan –meski preeklamsia postpartum masih bisa terjadi hingga 6 minggu setelah kelahiran bayi. Kondisi ini lebih sering terjadi pada mereka yang mengalami preeklamsia selama kehamilan –terjadi pada sekitar 4-6 persen ibu hamil dengan preeklamsia. Gejala preeklamsia pascamelahirkan mirip dengan yang dialami selama kehamilan. Jika tidak segera diobati, preeklamsia postpartum juga dapat menyebabkan banyak komplikasi yang sama seperti preeklamsia prenatal. Cara Mencegah Preeklamsia Seperti kebanyakan komplikasi yang terkait kehamilan, cara terbaik untuk mencegah preeklamsia adalah dengan menjalani semua perawatan prenatal Anda. Ini cara utama dokter kandungan bisa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan mengetahui masalah pada kehamilan Anda.  Sementara cara lainnya meliputi: 1. Konsumsi Makanan Sehat Caranya dengan: Perhatikan asupan kalori Anda. Kebanyakan ibu hamil membutuhkan 300-500 kalori ekstra sehari di trimester kedua, 600 kalori ekstra sehari bila hamil kembar. Serta makan banyak buah dan sayuran berserat tinggi, biji-bijian utuh, protein rendah lemak dan susu. Asupan magnesium juga jangan lupa, khususnya dari jenis makanan yang dapat mengurangi risiko preeklampsia, seperti sekotak cokelat hitam. Dan satu lagi, batasi atau hindari makanan atau minuman yang tidak sehat, seperti makanan manis, terlalu asin, atau olahan. 2. Berolahraga Tanyakan kepada dokter kandungan, seberapa banyak Anda harus berolahraga dan apa jenis olahraga yang cocok dengan kondisi Anda? Umumnya dalam kondisi ini, dokter akan menyarankan ibu hamil untuk berolahraga ringan selama 30 menit setiap hari. Misalnya dengan berjalan-jalan setelah makan siang atau makan malam, berenang, yoga hamil atau lainnya. 3. Pantau dan Atur Berat Badan untuk Mencegah Preeklampsia Menambah jumlah berat badan disarankan selama kehamilan pada beberapa ibu hamil –salah satu tujuannya untuk mengurangi risiko preeklamsia. Namun patut diingat, meski sebelum hamil Anda sudah mengalami obesitas dan lebih baik menurunkannya sebelum hamil, tetapi menurunkan berat badan selama kehamilan bukanlah ide yang baik.  Jadi bila Anda mengalami obesitas, ada baiknya menurunkan berat badan terlebih dahulu sebelum merencakan kehamilan, ya, Bunda.  4. Kelola Kondisi Kronis Hipertensi kronis dan diabetes adalah faktor risiko preeklamsia. Bila Anda memiliki riwayat penyakit ini sejak sebelum hamil, rutinlah periksakan kondisi Anda dan bekerja sama dengan dokter kandungan Anda untuk mengendalikannya. 5. Obati dengan Aspirin Bagi ibu hamil dengan kehamilan berisiko tinggi (preeklamsia pada kehamilan sebelumnya, hamil kembar, memiliki penyakit autoimun, tekanan darah tinggi, atau diabetes di awal kehamilan), mengonsumsi aspirin dosis rendah (81 mg) setiap hari mulai kehamilan minggu ke-12 dapat mengurangi risiko preeklamsia.  Akan tetapi, sebelum Anda minum obat ini atau obat apa pun selama kehamilan, konsultasikan kepada dokter kandungan Anda dulu, Bunda. 6. Rawat Gigi Anda Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat penyakit periodontal lebih berisiko preeklamsia. Jadi untuk berjaga-jaga, jaga kebersihan mulut Anda dengan baik sebelum dan selama kehamilan. Yakni dengan menyikat gigi minimal 2 kali sehari, flossing setiap hari, dan mengunjungi dokter gigi setiap enam bulan. 7. Rutin Mengonsumsi Vitamin Prenatal  Vitamin prenatal Anda mengandung vitamin D. Beberapa penelitian menunjukkan, kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko preeklamsia –bila kurang yakin, tanyakan kepada dokter Anda apakah suplemen vitamin D dapat menurunkan kemungkinan Anda terkena preeklamsia.  Kekurangan kalsium juga dikaitkan dengan risiko kondisi serius lainnya. Jadi konsumsilah vitamin prenatal Anda setiap hari untuk memastikan tubuh Anda mendapatkan cukup dengan nutrisi ini.   Artikel terkait: PEB Kehamilan, Kondisi Preeklamsia Berat yang Harus Diwaspadai Ibu Hamil Perbedaan Preeklampsia dan Eklampsia Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyakit kehamilan yang berhubungan dengan perkembangan atau memburuknya tekanan darah tinggi selama paruh kedua kehamilan. Pada preeklampsia, tekanan darah ibu yang tinggi mengurangi suplai darah ke janin, yang mungkin mendapatkan lebih sedikit oksigen dan nutrisi. Sedangkan, eklampsia adalah perkembangan yang lebih parah dari preeklamsia, yaitu kondisi ketika perempuan hamil dengan preeklampsia mengalami kejang atau koma. Sangat sulit untuk memprediksi apakah pasien dengan preeklampsia akan berkembang menjadi eklampsia. Kondisi ini dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Seperti preeklamsia, eklamsia juga terjadi selama kehamilan atau dalam kasus yang sangat jarang, terjadi setelah melahirkan. Penyebab preeklampsia dan eklampsia masih belum diketahui. Namun, berbagai faktor dapat meningkatkan risiko seorang perempuan mengalami eklampsia, di antaranya: Usia: Remaja atau perempuan di atas 40 tahun memiliki risiko terbesar Riwayat preeklampsia atau eklampsia pada kehamilan sebelumnya Kegemukan Pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum hamil Kehamilan dicapai melalui donasi sel telur atau inseminasi Memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita preeklampsia Memiliki penyakit tertentu, seperti diabetes, lupus, rheumatoid arthritis, atau beberapa penyakit ginjal Kehamilan ganda (kembar atau lebih) Menderita penyakit sel sabit Jika Anda mulai mengalami kejang dengan gejala preeklampsia, Anda dianggap menderita eklampsia. Hal itu dikarenakan gejala eklampsia termasuk gejala preeklampsia yang muncul bersamaan dengan perkembangan kejang. Biasanya, ketika kejang terjadi, mereka paling sering didahului oleh gejala neurologis seperti sakit kepala dan gangguan penglihatan.  Pertanyaan Populer Terkait Preeklampsia 1. Apa tanda tanda preeklampsia berat? Sangat penting untuk berbagi semua gejala kehamilan Anda dengan dokter Anda. Sebab, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka menderita preeklampsia sampai tekanan darah dan urin mereka diperiksa pada saat pemeriksaan kehamilan. Adapun tanda-tanda preeklampsia berat yang harus Bunda ketahui, yaitu: Hipertensi (tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih tinggi) Penurunan fungsi ginjal atau hati Cairan di paru-paru Kadar trombosit darah rendah Penurunan produksi urin Sakit kepala dan pusing Gangguan penglihatan  2. Apa dampak dari preeklampsia? Dampak dari preeklampsia dapat menimbulkan sejumlah komplikasi seperti pembatasan pertumbuhan janin, kelahiran prematur, solusio plasenta, sindrom HELLP, eklampsia, penyakit kardiovaskular, hingga kerusakan organ lainnya (seperti ginjal, hati, paru-paru, jantung, mata, atau otak). 3. Apakah stres bisa menyebabkan preeklampsia? Meskipun stres dapat memengaruhi tekanan darah, tetapi hal itu bukanlah salah satu penyebab langsung preeklampsia. Dan walaupun beberapa beban pikiran tidak dapat dihindari selama kehamilan, menghindari situasi stres yang tinggi atau belajar mengelolanya merupakan sebuah ide yang bagus. 4. Apakah preeklampsia bisa sembuh? Preeklampsia hanya bisa disembuhkan dengan melahirkan bayi. Jika Anda menderita preeklampsia, Anda akan diawasi secara ketat hingga memungkinkan untuk melahirkan bayi.  5. Apa yang terjadi jika preeklampsia tidak ditangani? Jika tidak ditangani, preeklampsia berpotensi fatal bagi Anda dan janin. Sebelum melahirkan, komplikasi yang paling umum adalah kelahiran prematur, berat lahir rendah atau solusio plasenta. Sementara, setelah melahirkan sang bayi, Anda mungkin berisiko lebih tinggi untuk penyakit ginjal, serangan jantung, dan mengembangkan preeklampsia pada kehamilan berikutnya. 6. Apa perbedaan hipertensi dan preeklampsia? Hipertensi, juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi di mana pembuluh darah mengalami peningkatan tekanan secara terus menerus. Biasanya hipertensi diartikan sebagai tekanan darah di atas 140/90, dan dianggap berat jika tekanannya di atas 180/120. Sedangkan, preeklampsia merupakan suatu kondisi ketika ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi, protein dalam urinnya, dan bengkak di sejumlah bagian tubuh seperti kaki dan tangan. Biasanya, ini terjadi setelah 20 minggu kehamilan pada perempuan yang tekanan darah sebelumnya berada dalam kisaran standar. *** Preeklamsia memang bisa sembuh dengan sendirinya pascapersalinan. Namun selama kehamilan, Anda tidak bisa mengabaikan kondisi ini. Lakukan segala hal yang baik untuk mencegah dan mengatasi preeklampsia hingga tidak menimbulkan komplikasi, Bunda.  Artikel ditinjau oleh: dr. Riyan Hari Kurniawan, Sp.OG(K)-FER Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Subspesialis Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Lokasi praktik: RS Dr. Cipto Mangunkusumo RS PELNI Klinik Bocah Indonesia, RS Primaya, Tangerang Artikel diupdate oleh: Fadhilla Arifin Preeclampsia: Symptoms, Risk Factors and Treatment https://www.whattoexpect.com/pregnancy/preeclampsia/#:~:text=normal blood pressure.-,What is preeclampsia%3F,of the hands and face. Preeclampsia: Causes, Diagnosis, and Treatments https://www.healthline.com/health/preeclampsia#takeaway Preeclampsia https://www.webmd.com/baby/preeclampsia-eclampsia Preeclampsia https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/preeclampsia/symptoms-causes/syc-20355745#:~:text=Preeclampsia%20is%20a%20complication%20of,other%20signs%20of%20organ%20damage. Preeclampsia https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17952-preeclampsia Sakit Kepala Saat Hamil: Jenis, Penyebab, Gejala, dan Tips Mengatasi Berbahayakah Mimisan Saat Hamil? Kenali Penyebab dan Cara Mengatasinya Tanda Kaki Bengkak Saat Hamil yang Berbahaya, Jangan Abai!
http://dlvr.it/SsYlZk

Posting Komentar untuk "Preeklamsia Saat Hamil: Kenali Penyebab, Gejala, Komplikasi, hingga Cara Mencegahnya"