Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Upacara Tabuik, Pesta Budaya Kebanggaan Masyarakat Kota Pariaman

Upacara adat merupakan kekayaan budaya di Indonesia dan menjadi warisan turun temurun yang diadakan sesuai kepercayaan masyarakat setempat. Demikian juga halnya dengan salah satu upacara tradisional Minangkabau yang berhubungan dengan kepercayaan dan masih bisa dilihat sekarang ini adalah upacara tabuik yang dilaksanakan oleh masyarakat di Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan jurnal Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatera Barat, Upacara tabuik yang diadakan setiap tahun pada tanggal 1-10 Muharam mengandung unsur kepercayaan (religi) dan nilai budaya masyarakat pengembannya. Upacara ini pada dilakukan oleh masyarakat daerah Pantai Barat Sumatera, yaitu Bengkulu, Meulaboh, Barus, Natal dan Pariaman. Sekarang ini, upacara tabuik hanya dilakukan oleh masyarakat Pariaman, sedangkan masyarakat Minangkabau luar Pariaman tidak melaksanakan upacara tabuik ini. Bagi masyarakat Pariaman, penyelenggaraan upacara tabuik merupakan warisan budaya yang tetap dipelihara hingga sekarang, dan perayaan yang awalnya hanya sebuah tradisi, saat ini telah berubah menjadi salah satu daya tarik para wisatawan yang ingin datang ke Sumatera Barat.  Berikut adalah ulasan lengkap mengenai upacara tabuik yang telah kami rangkum dari beberapa sumber ini. Yuk, simak bersama! Serba-serbi Upacara Tabuik, Tradisi Daerah Kebanggaan Masyarakat Minangkabau Asal-Usul Upacara Tabuik Dikutip dari situs Indonesia Kaya, Festival Tabuik merupakan salah satu tradisi tahunan di dalam masyarakat Pariaman. Festival ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diperkirakan telah ada sejak abad ke-19 masehi. Perhelatan tabuik merupakan bagian dari peringatan hari wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Husein bin Ali yang jatuh pada tanggal 10 Muharam. Sejarah mencatat, Husein beserta keluarganya wafat dalam perang di padang Karbala. Tabuik sendiri diambil dari bahasa arab ‘tabut’ yang bermakna peti kayu. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq. Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya sang cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Husein diterbangkan ke langit oleh buraq. Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan dari buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya. Menurut kisah yang diterima masyarakat secara turun temurun, ritual ini diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh dari timur tengah yang dibawa oleh masyarakat keturunan India penganut Syiah. Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, sehingga berkembang menjadi seperti yang ada saat ini. Tabuik terdiri dari dua macam, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Keduanya berasal dari dua wilayah berbeda di Kota Pariaman. Tabuik Pasa (pasar) merupakan wilayah yang berada di sisi selatan dari sungai yang membelah kota tersebut hingga ke tepian Pantai Gandoriah. Wilayah Pasa dianggap sebagai daerah asal muasal tradisi tabuik. Adapun tabuik subarang berasal dari daerah subarang (seberang), yaitu wilayah di sisi utara dari sungai atau daerah yang disebut sebagai Kampung Jawa. Awal Mula Perayaan Tabuik Dijadikan Bagian dari Kalender Pariwisata Kabupaten Padang Pariaman Awalnya, tabuik memang hanya ada satu, yaitu tabuik pasa. Sekitar tahun 1915, atas permintaan segolongan masyarakat, dibuat sebuah tabuik yang lain. Atas kesepakatan para tetua nagari, tabuik ini harus dibuat di daerah seberang Sungai Pariaman. Karenanya, tabuik yang kedua ini diberi nama tabuik subarang. Salah satu riwayat sesepuh masyarakat mencatat kejadian tersebut diperkirakan terjadi tahun 1916, tetapi ada pula riwayat yang menyebutkan tahun 1930. Pembuatan tabuik subarang tersebut tetap mengikuti tata cara yang sebelumnya telah berlaku di wilayah Pasa. Mulai tahun 1982, perayaan tabuik dijadikan bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman. Karena itu terjadi berbagai penyesuaian salah satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian ritual tabuik ini. Jadi, meskipun prosesi ritual awal tabuik tetap dimulai pada tanggal 1 Muharam, saat perayaan tahun baru Islam, tetapi pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun berubah-ubah, tidak lagi harus pada tanggal 10 Muharam. Tahapan Pelaksanaan Upacara Tabuik Prosesi Upacara Tabuik memiliki beberapa tahap ritual, yaitu mengambil tanah, menebang batang pohon pisang, Maatam yang dilanjutkan dengan mengarak jari-jari, ritual mengarak sorban, Tabuik naik pangkek, Hoyak Tabuik, dan melarung ke laut. Beberapa hari sebelum prosesi tabuik dimulai, terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan didalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan dengan daraga. Fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual/merupakan tempat pelaksanaan maatam. Berikut rincian ritual tabuik meskipun ada pergeseran tanggal (modifikasi waktu) dalam rangka meriahnya acara itu demi dunia kepariwisataan. Artikel terkait: Mengenal Lebih Dekat Tradisi Makan Minangkabau, Makan Bajamba 1. Mengambil Tanah (tanggal 1 Muharam) Aktivitas pengambilan tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam, dilakukan dengan suatu arak-arakan yang dimeriahkan dengan gendang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok tabuik yaitu, kelompok “Tabuik Pasa” dan “Tabuik Subarang”. Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa di Desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang di Kelurahan Alai Gelombang yang berjarak ±600 meter dari daraga (rumah tabuik). Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian jubah putih melambangkan kejujuran Husein. Tanah tersebut diusung ke “daraga” sebagai simbol kuburan Husein. 2. Manabang Batang Pisang (tanggal 5 Muharam) Menebang batang pisang adalah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas kematian Husein oleh seorang pria dengan berpakaian silat. Batang pisang ditebang putus sekali pancung. 3. Peristiwa Maatam (tanggal 7 Muharam) Prosesi maatam dilaksanakan setelah Shalat Zuhur oleh orang (keluarga) penghuni rumah tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan ritual tabuik (jari-jari, saroban, pedang Husein dll) sambil menangis meratap-ratap. Hal ini sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Imam Husein, sedangkan daraga adalah hakekat dari kuburan Husein. 4. Maarak Jari-Jari (tanggal 7 Muharam) Maarak panja merupakan kegiatan membawa tiruan jari-jari tangan hosein yang tercincang, untuk diinformasikan kepada khalayak ramai bukti kekejaman raja zalim. Peristiwa tersebut dimeriahkan dengan “hoyak tabuik lenong” yaitu sebuah tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi bunyi gandang tasa. 5. Maarak Saroban (petang tanggal 8 Muharam) Peristiwa maarak saroban bertujuan untuk menginformasikan kepada anggota masyarakat akan halnya penutup kepala (saroban) Husein yang terbunuh dalam perang Karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, bahwa kegiatan ini juga diiringi dengan membawa miniatur tabuik lenong serta didiringi gemuruh bunyi gendang tasa sambil sorak sorai. Artikel terkait: 8 Keunikan Suku Mentawai, Dari Seni Tato Tubuh Hingga Tradisi Kerik Gigi 6. Tabuik Naiak Pangkek (dini hari tanggal 10 Muharam) Pada dini hari menjelang fajar, dua bagian tabuik yang telah siap dibagun di pondok pembuatan tabuik mulai disatukan menjadi tabuik utuh. Peristiwa ini dinamakan dengan tabuik naik pangkek, selanjutnya seiring matahari terbit, tabuik diusung ke arena (jalan) dan ditampilkan dan dihoyak sepanjang hari tanggal 10 Muharam. 7. Pesta Hoyak Tabuik (tanggal 10 Muharam) Sepanjang hari tanggal 10 Muharam mulai pada pukul 09.00 WIB dua tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan ke tengah pengunjung pesta hoyak tabuik sebagai hakekat peristiwa perang Karbala dalam Islam. Acara hoyak tabuik akan berlangsung hingga sore hari, secara lambat laun tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari. 8. Tabuik dibuang kelaut (petang tanggal 10 Muharam) Tepat pukul 18.00 WIB senja hari, tatkala “sunset” memancarkan sinar merah tembaga akhirnya masing-masing tabuik dilemparkan ke laut oleh kedua kelompok anak Nagari Pasa dan Subarang ditengah kerumunan para pengunjung yang hanyut oleh rasa haru. Seiring tabuik dibuang, maka selesailah seluruh prosesi pesta budaya tabuik. Hari puncak ini dahulu jatuh pada tanggal 10 Muharam, tetapi saat ini setiap tahunnya berubah-ubah antara 10-15 Muharam, biasanya disesuaikan dengan akhir pekan. Sebagai ritual penutup, menjelang maghrib Tabuik diarak menuju pantai dan dilarung ke laut. Bentuk Tabuik Pariaman Jika dilihat dari bentuknya, Bentuk Tabuik ini mempunyai dua bagian yakni atas dan bawah, dengan tinggi yang bisa mencapai 12 meter. Bagian atas ini mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi bunga dan kain beludru dengan warna bervariasi. Sedangkan pada bagian bawahnya berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia. Bagian bawah ini mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya telah membawa Sayyidina Husein ke langit menghadap Yang Maha Kuasa. Kemudian, kedua bagian Tabuik ini nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Pada bagian atasnya lagi, dipasang beberapa hiasan bermotif payung, yang berbentuk tudung saji, terbuat dari kain yang diberi hiasan beragam untuk menambah keindahannya. Payung-payung ini terdapat di sekujur bagian Tabuik, dan yang paling besar terdapat di bagian puncak yang tegak lurus. Artikel terkait: Daftar 17 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat, Warisan Budaya yang Perlu Dilestarikan Makna Filosofi Tabuik Seperti halnya upacara tabuik, mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat setempat. Secara simbolik, upacara Tabuik bermakna sebagai ajang dalam mengenang perjuangan Imam Husein cucu Rasulullah SAW dalam membela agama Islam. Selain itu, juga menjadi simbol peti kayu tempat dikumpulkannya bagian tubuh Imam Husein yang diangkat dibawa Buraq ke langit. Menurut Vina Dwiyanti (2015) dalam jurnal Makna Simbolik Upacara Tabuik di Kota Pariaman, menyatakan bahwa Makna Tradisi Tabuik ini menggambarkan pola hidup dan sikap masyarakat di Pariaman. Upacara tahunan ini menggambarkan bagaimana masyarakat setempat sangat berduka dan bersedih atas syahidnya Imam Husein di perang Karbala. Selain itu, Upacara Tabuik juga merangkul berbagai makna yang saling berkaitan, mulai dari agama, adat hingga persatuan sesama manusia. Upacara ini juga menggambarkan semangat gotong royong yang ada dalam masyarakat Minang.  Seperti sudah kita lihat dalam penjelasan di atas, masyarakat bahu membahu untuk pelaksanaan upacara ini. Semua lapisan masyarakat diundang untuk turut ambil bagian dalam perayaan. Terlebih lagi, tradisi ini sudah menjadi salah satu destinasi wisata di Sumatera Barat. Pro dan Kontra Upacara ini sebenarnya tidak jauh dari pro dan kontra. Banyak kalangan yang menentang pelaksanaannya. Pada dasarnya, upacara ini berasal dari aliran umat Syiah, yaitu peringatan hari Asyura. Di negara lain, umat Syiah memperingati hari Asyura dengan suasana duka cita, sedangkan untuk umat Sunni di Pariaman, mereka memperingati sebagai perayaan. Beberapa kalangan menentang upacara ini dan mengharapkan masyarakat untuk tidak mengikuti upacara ini.   Effendi Jamal, kepala dinas Pariwisata Kota Pariaman, mengatakan bahwa upacara ini tidak ada kaitanya dengan agama manapun, upacara ini hanya murni kegiatan pariwisata. Pendapat ini juga  didukung oleh penjelasan Mukhlis Rahman selaku Walikota Pariaman bahwa upacara ini hanya sebatas untuk mengundang turis lokal maupun mancanegara supaya datang ke Pariaman. Semakin banyak wisatawan, semakin banyak keuntungan yang dapat dirasakan oleh masyarakat Pariaman. Terlepas dari kontroversinya, pesta budaya tabuik yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan pariwisata di Pariaman karena menjadi tujuan wisata internasional tidak dapat dilepaskan begitu saja. pemaknaan terhadap budaya inilah yang harus jadi perhatian pemerintah agar masyarakat tidak melihat bentuk fisiknya saja melainkan juga memberikan edukasi makna dibalik setiap prosesi acara. Tips Menyaksikan Upacara Pantai Gandoriah pun menjadi titik pusat perhatian semua orang apabila tradisi upacara tabuik ini dilakukan, terlebih lagi bila proses tabuik diarak menuju pantai. Bila Parents tertarik untuk mengikuti prosesi upacara tabuik ini di tahun mendatang, Anda bisa mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan pada saat di tempat. Terutama menyiapkan transportasi dan penginapan bagi kalian yang berada di luar daerah Pariaman. Anda juga harus memperhatikan jadwal upacara tabuik karena upacara ini memiliki banyak rangkaian acara. Selanjutnya menyiapkan beberapa peralatan dokumentasi, dikarenakan upacara tabuik ini hanya dilakukan setahun sekali serta banyaknya rangkaian proses yang dilakukan, sehingga wajib untuk mengabadikan momen saat upacara berlangsung. *** Nah, demikian ulasan mengenai asal-usul, tahapan pelaksanaan, makna dan lainnya terkait Upacara Tabuik. Semoga kita sebagai generasi penerus bangsa bisa terus mempertahankan warisan tradisi di sekitar kita. https://id.theasianparent.com/pakaian-adat-sumatera-barat https://id.theasianparent.com/fungsi-rumah-adat https://id.theasianparent.com/lagu-minang 
http://dlvr.it/SXK96R

Posting Komentar untuk "Upacara Tabuik, Pesta Budaya Kebanggaan Masyarakat Kota Pariaman"